Minggu, 26 Juni 2011

laporan tetap analisis vegetasi metode kuadran (ekologi)


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Dalam mempelajari vegetasi , dibedakan antara studi floristic dengan analisis vegetasi, dibedakan antara studi floristic denan analisis vegetasi. Pada studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yang menunjukan bagaimana habtus dan penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran , berat kering , berat basah suatu jenis. Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas.
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di dalam suatu tempat dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan ( komunitas ) adalah kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu habitat.  Jadi pengertian komunitas identik dengan pengertian vegetasi. Bentuk vegetasi dapat terbentuk dari satu jenis komunitas atau disebut dengan konsosiasi seperti hutan vinus , padang alang-alang dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk dari macam-macam jenis komunitas disebut asosiasi seperti hutan hujan tropis, padang gembalaan dan lain-lain.
Dalam mengerjakan analisis vegetasi ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai bologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut., seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi ( tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan lain-lain.
Dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan menggunakan metode kuadran. Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh  (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.  Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membent Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Di Indonesia Perkembangan penelitian Vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti serie buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia. Berbagai penelitian sebagian besar terfokus pada ekosistem hutan, terutama hutan pamah dipterokarp (lowland dipterocarp). Sebagian besar informasi untuk kawasan fitogeografi Malesia (Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste) telah disintesis oleh Whitmore (1984) dalam bukunya Tropical Rain Forests of the Far East. Data vegetasi biogeografi dan ekologi tentang Papua New Guinea (misalnya Paijmans, 1976; Gressitt, 1982; Johns, 1985, 1987a,b; Brouns, 1987; Grubb dan Stevens 1985) dapat diterapkan untuk Papua
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.
Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).

B.       Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara analisis vegetasi dengan metode kuadran




BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.
Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi dapat digunakan proses kelindungan ( penutup tajuk ), luas basah area , biomassa, atau volume.
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan  vegetasi, iklim dan tanah berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
            Dalam penghitungan penutupan tajuk ini, barisannya dilakukan dengan cara mengukur luasan tajuk untuk tiap jenis yang terdapat dalam petak contoh, kemudian dicari domonansi relatifnya. Selanjutnya proses penutupan tajuk dapat diukur proyeksi tajuk tanah. biomassa adalah ukuran untuk menyatakan berat suatu tumbuhan. Sedangkan volume dapat dihitung dari rata-rata luas basal area x tinggi tumbuhan bebas cabang x factor koeksi pohon.
            Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh  (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).
            Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.  Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas.
            Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis vegetasi yang menggunakan petak contoh. Kurva spesies area digunakan memperoleh luasan minimum petak contoh yang dianggap dapat mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada areal tersebut makin luas kurva spesies areanya.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan (Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
            Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa deretan titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas).Titik pusat kuadran adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 10 m (Polunin, 1990).
            Profil arsitektur ini dijadikan dasar untuk memperoleh gembara komposisi, struktur vertical dan horizontal suatu vegetasi, sehingga memberikan informasi mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya. Dari profil asiktektur ini juga dapat diketahui interaksi antara masing-masing individu pohon dan peranan di dalam ekosistem sustu komunitas vegetasi. Halle et.al (1987) mengolongkan pohon-pohon yang terdapat didalam suatu komonitas hutan alam tropika berdasarkan kepada kenampakan arsitektur, ukuran pohon dan keadaan biologi pohon, menjadi 3 golongan pohon yaitu :
a.         Pohon pada masa datang ( les arbres du future, trees of future ), yaitu pohon-pohon yang mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada massa datang. Pohon tersebut pada masa ini merupakan pohon yang dominan dan , diharapkan pada masa datang kan mengantikan pohon-pohon yang pada saat ini dominan.
b.        Pohon masa kini ( les arbres du persent, trees of persent ), pohon-pohon yang sedang berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan yang paling menentukan profil arsitektur komnitas saat ini.
c.         Pohon pada masa ( les arbres du past , trees of past ) yaitu pohon-pohon yans sudah tua dan mulai mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohon- pohon ini merupakan pohon tua yang tidak produktif.
Berdasarkan ukuran pohon maka pengolongan pohon-pohon tersebut adalah :
a.         Pohon masa mendatang : Ht Hn ; Ht lebih kecil dari tinngi pohon normal maksimum, Ht 100 Dbh’ dan HI ½ Ht.
b.        Pohon pada masa kini : Ht Hn ; Ht mendekati sama dengan tinggi pohon normal, Ht 100 Dbh’ dan HI ½ ht.
c.         Pohon pada masa lampau : Ht Hn ; Ht sudah tidak dapat meningkat lagi, Ht 100 Dbh’ dan HI ½ Ht. Pada golongan ini pohon  sudah mengalami kerusakan, tidak produktif, dan tua.








BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.      Waktu dan Tempat
Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Rabu dari pukul 08.00-10.00 WIB dan dilakukan di lahan Aboretum jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

B.       Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.        Tali Rapiah
2.        Meteran
3.        Patok kayu
4.        Penan dan kertas

C.      Cara Kerja
1.        Langka awal dari pengerjaan metode ini adalah dengan berpedoman pada vegetasi dan areal yang akan dianalisis, kita menentukan pengamatan di lapang dengan transek yaitu garis lurus memotong areal yang akan diamati
2.        Langkah selanjutnya tentukan suatu titik (misal titik A) terletak pada transek tersebut. Pada titik A tersebut dibuat garis lurus yang tegak lurus terhadap transek
3.        Selanjutnya untuk arah pergerakan (kompas) disesuaikan dengan arah transek, hasil dari perpotongan garis dengan transek tersebut didapatkan empat kuadran yaitu kuadran 1,2,3 dan 4
4.        Pada setiap kuadran dilakukan pengukuran jarak diameter pohon dan tihang dengan titik pengamatan  (titik A) dan diameter pohon pada setinggi dada atau sama dengan 20 cm disebut pohon, dan jika diameter tersebut diantara 10-20 cm maka disebut pole (tihang) dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta (pancang) dan mulai anakan sampai pohon setinggi 2,5 m disebut seedling (anakan/semai)
5.        Penentuan jarak antara titik-titik pengamatan selanjutnya dinilai dari awal pengamatan (A) dengan mengukur jarak ke B, sejauh lebih besar dua kali jarak rata-rata antar pohon yang ada di daerah vegetasi yang akan dianalisa.

























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil
Setelah melakukan praktikum di lahan aboretum didapatlah hasil sebagai berikut :
Tabel hasil pengamatan analisis vegetasi dengan metode kuadran
Titik A
Kuadran
Jumlah

Pohon
Tihang
Semak
Anakan
I
2
11
3
23
II
3
16
-
11
III
1
8
-
19
IV
-
12
-
17

Titik B
Kuadran
Jumlah

Pohon
Tihang
Semak
Anakan
I
-
3
4
7
II
-
2
6
11
III
-
1
2
-
IV
1
2
8
15







B.       Pembahasan
Metode kuadran ini merupakan metode plot less method, yang berarti Metode ini merupakan salah satu metode yang tidak memerlukan luas tempat pengambilan contoh atau suatu luas kuadrat tertentu. Oleh karena itu, bila dalam suatu kuadran dalam jarak yang dekat tidak terlihat adanya suatu vegetasi pohon, maka pencarian bisa diteruskan sejauh mungkin sampai ditemukan jenis pohon yang  dimaksud, tetapi pohon tersebut masih berada di dalam daerah kuadran tersebut. Cara ini  terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa deretan titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas). Titik pusat kuadran adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 50 m. Dari kedua plot tersebut dapat diketahui ada spesies dominan seperti kayu seru karena jenis spesies tersebut terdapat hampir di setiap plot.
Kegiatan yang dilakukan pada praktikum ini adalah mengamati jumlah tanaman yang masuk ke dalam kuadran yang telah ditentukan, apakah masuk ke dalam kuadran I, II, III atau IV. Sebelum mengamati jenis dan jumlah tanaman yang ada, terlebih dahulu dilakukan penentuan titik pusat A dengan patokan garis transek. Garis transek disini menggunakan tali rafiah, panjang garis transek pada praktikum ini adalah 50 m. Setelah titik pusat ditentukan barulah menentukan patokan untuk tiap-tiap kuadran yaitu pohon. Setelah titik pusat A selesai ditentukan titik pusat B yaitu 50 m sama seperti garis transek titik A. Untuk titik pusat B sama seperti titik pusat A, ditentukan jenis dan jumlah tanaman berdasrkan kuadran yang telah ditentukan.
Metode ini menggunakan titik kuarter untuk menghitung jarak dari pengamat ke pohon. Metode ini biasa digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Tiap kelompok mendapat tansek sepanjang 50 m. Transek tersebut dibagi menjadi 2 buah kuarter dengan tiap plot berjarak 50 m. Di tiap titik pusat plot tersebut dibuat garis khayal sehingga membagi plot menjadi 3 kuarter, pada masing-masing kurter terdapat 4 kuadran. Dalam satu kuadran hanya didaftarkan satu jenis dari vegetasi pohon (termasuk didalamnya kategori semai, pancang, tiang dan pohon), yang jaraknya paling dekat dengan titik pusat kuadran.
·           Frekuensi, dominansi dan kerapatan pada titik A:
a.         Frekuensi
Ø  Frekuensi mutlak jenis I ( FMi ):
FMi     = ∑titik pengamatan yang diduduki i
                ∑titik pengamatan yang diduduki seluruh jenis
FMi     =          1          = 2,5
                        4
Ø  Frekuensi relative jenis:
Fri        =                                  frekuensi mutlak jenis I                       x 100
                        Jumlah total frekuensi mutlak jenis atau seluruh jenis
Fri        =          2,5       x 100  = 19,2 %
                        13
b.        Dominansi
Dominasi mutlak jenis I ( DMi )
DMi          : jumlah luas bidang dasar jenis I atau
DMi          : jumlah penutupan tajuk jenis i
Dominansi relative jenis I ( DRi )
                                    dominansi mutlak jenis i
DRi =                                                                               X 100%
                        Jumlah dominansi mutlak seluruh jenis
                       
DRi =       5          X 100%  = 12,8 %
39     
c.         Kerapatan
Kerapatan relative jenis ( KRi ):

                        Jumlah individu jenis anakan
KRi =                                                                   x 100
                        Jumlah total seluruh jenis

KRi =       14        x 100 =  35,8 %
                        39

·           Frekuensi, dominansi dan kerapatan pada titik B:
a.         Frekuensi
Ø  Frekuensi mutlak jenis I ( FMi ):
FMi     = ∑titik pengamatan yang diduduki i
                ∑titik pengamatan yang diduduki seluruh jenis
FMi     =          1          = 2,5
                        4

Ø  Frekuensi relative jenis:
Fri        =                                  frekuensi mutlak jenis I                       x 100
                        Jumlah total frekuensi mutlak jenis atau seluruh jenis
Fri        =          2,5       x 100  = 27,7  %
                        9
b.        Dominansi
Dominasi mutlak jenis I ( DMi )
DMi          : jumlah luas bidang dasar jenis I atau
DMi          : jumlah penutupan tajuk jenis i
Dominansi relative jenis I ( DRi )
                                    dominansi mutlak jenis i
DRi =                                                                               X 100%
                        Jumlah dominansi mutlak seluruh jenis
                       
DRi =       5          X 100%  = 8,06  %
62
c.         Kerapatan
Kerapatan relative jenis ( KRi ):

                        Jumlah individu jenis anakan
KRi =                                                                   x 100
                        Jumlah total seluruh jenis

KRi =       15        x 100 =  24,19  %
                        62

























BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1.        Metode kuadran adalah suatu bentuk metode untuk analisa vegetasi dengan menggunakan plot dimana setelah luas minimum area dari satuan petak contoh dianggap mewakili suatu komunitas yang kemudian ukuran luas diukur dengan satuan kuadrat
2.        Frekuensi  digunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel
3.        Luas  penutupan digunakan  untuk proporsi antara  luas tempat  yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat
4.        Indeks nilai penting digunakan sebagai  parameter kuantitatif yang dapat dipakai  untuk  menyatakan  tingkat  dominansi   spesies  dalam  suatu komunitas tumbuhan
5.        Analisa vegetasi dilakukan untuk mengetahui variasi yang ada pada suatu ekositem/area

B.       Saran
Sebaiknya para praktikan melakukan praktikum ini dengan teliti agar hasil yang diperoleh objektif. Selain itu, praktikan harus melakukan semua praktikum sesuai dengan prosedur yang ada, sehingga tidak terjadi kesalahan saat praktikum sehingga dapat didapatkan hasil yang memuaskan.




DAFTAR PUSTAKA
Syafei, Eden Surasana. 1990.  Pengantar Ekologi Tumbuhan.  ITB: Bandung.
Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta
Rahardjanto, Abdulkadir.  2001.  Ekologi Umum. Umm Press: Malang.
Wolf, Larry dan S.J McNaughton. 1990.  Ekologi Umum.  UGM Press: Jogjakarta.
Naughhton.1973. Ekologi Umum edisi Ke 2. UGM Press : Yogyakarta